Kata Manajemen
berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni
melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan
diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan
manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini
berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain
untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen
sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan
pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif
dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan
perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara
benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Kata manajemen
mungkin berasal dari bahasa Italia (1561) maneggiare yang berarti
"mengendalikan," terutamanya "mengendalikan kuda" yang
berasal dari bahasa latin manus yang berati "tangan". Kata ini
mendapat pengaruh dari bahasa Perancis manège yang berarti
"kepemilikan kuda" (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti
seni mengendalikan kuda), dimana istilah Inggris ini juga berasal dari bahasa
Italia. Bahasa Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi ménagement,
yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
Sejarah Perkembangan Ilmu Manajemen
Banyak
kesulitan yang terjadi dalam melacak sejarah manajemen. Namun diketahui bahwa
ilmu manajemen telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan
dengan adanya piramida di Mesir. Piramida tersebut dibangun oleh lebih dari
100.000 orang selama 20 tahun. Piramida Giza tak akan berhasil dibangun jika
tidak ada seseorang tanpa
memedulikan apa sebutan untuk manajer ketika itu yang merencanakan apa yang harus dilakukan, mengorganisir manusia serta
bahan bakunya, memimpin dan mengarahkan para pekerja, dan menegakkan
pengendalian tertentu guna menjamin bahwa segala sesuatunya dikerjakan sesuai
rencana.
Piramida di Mesir. Pembangunan piramida ini tak mungkin
terlaksana tanpa adanya seseorang yang merencanakan, mengorganisasikan dan
menggerakan para pekerja, dan mengontrol pembangunannya.
Praktik-praktik
manajemen lainnya dapat disaksikan selama tahun 1400-an di kota Venesia, Italia,
yang ketika itu menjadi pusat perekonomian dan perdagangan di sana. Penduduk
Venesia mengembangkan bentuk awal perusahaan bisnis dan melakukan banyak
kegiatan yang lazim terjadi di organisasi modern saat ini. Sebagai contoh, di
gudang senjata Venesia, kapal perang diluncurkan sepanjang kanal dan pada
tiap-tiap perhentian, bahan baku dan tali layar ditambahkan ke kapal tersebut.
Hal ini mirip dengan model lini perakitan (assembly line) yang
dikembangkan oleh Henry Ford untuk merakit mobil-mobilnya. Selain lini
perakitan tersebut, orang Venesia memiliki sistem penyimpanan dan pergudangan
untuk memantau isinya, manajemen sumber daya manusia untuk mengelola angkatan
kerja, dan sistem akuntansi untuk melacak pendapatan dan biaya.
Daniel Wren
membagi evolusi pemikiran manajemen dalam empat fase, yaitu pemikiran awal, era
manajemen sains, era manusia sosial, dan era moderen.
Sebelum abad
ke-20, terjadi dua peristiwa penting dalam ilmu manajemen. Peristiwa pertama
terjadi pada tahun 1776, ketika Adam Smith menerbitkan sebuah doktrin ekonomi
klasik, The Wealth of Nation. Dalam bukunya itu, ia mengemukakan
keunggulan ekonomis yang akan diperoleh organisasi dari pembagian kerja (division
of labor), yaitu perincian pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang spesifik dan
berulang. Dengan menggunakan industri pabrik peniti sebagai contoh, Smith
mengatakan bahwa dengan sepuluh orang
masing-masing
melakukan pekerjaan khusus
perusahaan
peniti dapat menghasilkan kurang lebih 48.000 peniti dalam sehari. Akan tetapi,
jika setiap orang bekerja sendiri menyelesaikan tiap-tiap bagian pekerjaan,
sudah sangat hebat bila mereka mampu menghasilkan sepuluh peniti sehari. Smith
menyimpulkan bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas dengan (1)
meningkatnya keterampilan dan kecekatan tiap-tiap pekerja, (2) menghemat waktu
yang terbuang dalam pergantian tugas, dan (3) menciptakan mesin dan penemuan
lain yang dapat menghemat tenaga kerja.
Peristiwa
penting kedua yang memengaruhi perkembangan ilmu manajemen adalah Revolusi
Industri di Inggris. Revolusi Industri menandai dimulainya penggunaan mesin,
menggantikan tenaga manusia, yang berakibat pada pindahnya kegiatan produksi
dari rumah-rumah menuju tempat khusus yang disebut pabrik. Perpindahan ini
mengakibatkan manajer-manajer ketika itu membutuhkan teori yang dapat membantu
mereka meramalkan permintaan, memastikan cukupnya persediaan bahan baku,
memberikan tugas kepada bawahan, mengarahkan kegiatan sehari-hari, dan
lain-lain, sehingga ilmu manajamen mulai dikembangkan oleh para ahli.
Frederick
Winslow Taylor.
Era ini
ditandai dengan berkembangan perkembangan ilmu manajemen dari kalangan insinyur seperti Henry Towne, Frederick Winslow
Taylor, Frederick A. Halsey, dan Harrington Emerson. Manajemen ilmiah, atau dalam bahasa Inggris disebut scientific management,
dipopulerkan oleh Frederick Winslow Taylor dalam bukunya yang berjudul
Principles of Scientific Management pada tahun 1911. Dalam bukunya itu, Taylor
mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah "penggunaan metode ilmiah untuk
menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan suatu pekerjaan." Beberapa
penulis seperti Stephen Robbins menganggap tahun terbitnya buku ini sebagai
tahun lahirya teori manajemen modern.
Henry Gantt
yang pernah bekerja bersama Taylor di Midvale Steel Company menggagas ide bahwa
seharusnya seorang mandor mampu memberi pendidikan kepada karyawannya untuk
bersifat rajin (industrious) dan kooperatif. Ia juga mendesain sebuah
grafik untuk membantu manajemen yang disebut sebagai Gantt chart yang digunakan
untuk merancang dan mengontrol pekerjaan.
Manajemen
ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh pasangan suami-istri Frank dan Lillian
Gilbreth. Keluarga Gilbreth berhasil menciptakan micromotion yang dapat
mencatat setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang
dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan tersebut.
Era ini juga
ditandai dengan hadirnya teori administratif, yaitu teori mengenai apa yang
dilakukan oleh para manajer dan bagaimana cara membentuk praktik manajemen yang
baik. Pada awal abad ke-20, seorang industriawan Perancis bernama Henri Fayol
mengajukan gagasan lima fungsi utama manajemen: merancang, mengorganisasi,
memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan Fayol itu kemudian mulai
digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan
tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang. Selain itu, Henry Fayol juga
mengagas 14 prinsip manajemen yang merupakan dasar-dasar dan nilai yang menjadi
inti dari keberhasilan sebuah manajemen.
Sumbangan
penting lainnya datang dari ahli sosilogi Jerman Max Weber. Weber menggambarkan
suatu tipe ideal organisasi yang disebut sebagai birokrasi bentuk organisasi yang dicirikan oleh
pembagian kerja, hierarki yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan
ketetapan yang rinci, dan sejumlah hubungan yang impersonal. Namun, Weber
menyadari bahwa bentuk "birokrasi yang ideal" itu tidak ada dalam
realita. Dia menggambarkan tipe organisasi tersebut dengan maksud menjadikannya
sebagai landasan untuk berteori tentang bagaimana pekerjaan dapat dilakukan
dalam kelompok besar. Teorinya tersebut menjadi contoh desain struktural bagi
banyak organisasi besar sekarang ini.
Perkembangan
selanjutnya terjadi pada tahun 1940-an ketika Patrick Blackett melahirkan ilmu riset
operasi, yang merupakan kombinasi dari teori statistika dengan teori mikroekonomi.
Riset operasi, sering dikenal dengan "Sains Manajemen", mencoba
pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di
bidang logistik dan operasi. Pada tahun 1946, Peter F. Drucker sering disebut sebagai Bapak Ilmu
Manajemen menerbitkan salah satu buku paling awal
tentang manajemen terapan: "Konsep Korporasi" (Concept of the
Corporation). Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General
Motors) yang menugaskan penelitian tentang organisasi.
Era manusia
sosial ditandai dengan lahirnya mahzab perilaku (behavioral school)
dalam pemikiran manajemen di akhir era manajemen ilmiah. Mahzab perilaku tidak
mendapatkan pengakuan luas sampai tahun 1930-an. Katalis utama dari kelahiran
mahzab perilaku adalah serangkaian studi penelitian yang dikenal sebagai eksperimen
Hawthrone.
Eksperimen
Hawthrone dilakukan pada tahun 1920-an hingga 1930-an di Pabrik Hawthrone milik
Western Electric Company Works di Cicero, Illenois.. Kajian ini awalnya
bertujuan mempelajari pengaruh berbagai macam tingkat penerangan lampu terhadap
produktivitas kerja. Hasil kajian mengindikasikan bahwa ternyata insentif
seperti jabatan, lama jam kerja, periode istirahat, maupun upah lebih sedikit
pengaruhnya terhadap output pekerja dibandingkan dengan tekanan kelompok,
penerimaan kelompok, serta rasa aman yang menyertainya. Peneliti menyimpulkan
bahwa norma-norma sosial atau standar kelompok merupakan penentu utama perilaku
kerja individu.
Kontribusi
lainnya datang dari Mary Parker Follet. Follett (1868–1933) yang mendapatkan
pendidikan di bidang filosofi dan ilmu politik menjadi terkenal setelah
menerbitkan buku berjudul Creative Experience pada tahun 1924. Follet
mengajukan suatu filosifi bisnis yang mengutamakan integrasi sebagai cara untuk
mengurangi konflik tanpa kompromi atau dominasi. Follet juga percaya bahwa
tugas seorang pemimpin adalah untuk menentukan tujuan organisasi dan
mengintegrasikannya dengan tujuan individu dan tujuan kelompok. Dengan kata
lain, ia berpikir bahwa organisasi harus didasarkan pada etika kelompok
daripada individualisme. Dengan demikian, manajer dan karyawan seharusnya
memandang diri mereka sebagai mitra, bukan lawan.
Pada tahun
1938, Chester Barnard (1886–1961) menulis buku berjudul The Functions of the
Executive yang menggambarkan sebuah teori organisasi dalam rangka untuk
merangsang orang lain memeriksa sifat sistem koperasi. Melihat perbedaan antara
motif pribadi dan organisasi, Barnard menjelaskan dikotonomi
"efektif-efisien".
Menurut
Barnard, efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan, dan efisiensi adalah
sejauh mana motif-motif individu dapat terpuaskan. Dia memandang organisasi
formal sebagai sistem terpadu di mana kerjasama, tujuan bersama, dan komunikasi
merupakan elemen universal, sementara pada organisasi informal, komunikasi, kekompakan,
dan pemeliharaan perasaan harga diri lebih diutamakan. Barnard juga
mengembangkan teori "penerimaan otoritas" didasarkan pada gagasan
bahwa bos hanya memiliki kewenangan jika bawahan menerima otoritas itu.
Era modern
ditandai dengan hadirnya konsep manajemen kualitas total (total quality
management TQM) di abad ke-20 yang diperkenalkan
oleh beberapa guru manajemen, yang paling terkenal di antaranya W. Edwards
Deming (1900–1993) and Joseph Juran (lahir 1904).
Deming, orang Amerika,
dianggap sebagai Bapak Kontrol Kualitas di Jepang. Deming berpendapat bahwa
kebanyakan permasalahan dalam kualitas bukan berasal dari kesalahan pekerja,
melainkan sistemnya. Ia menekankan pentingnya meningatkan kualitas dengan
mengajukan teori lima langkah reaksi berantai. Ia berpendapat bila kualitas
dapat ditingkatkan, (1) biaya akan berkurang karena berkurangnya biaya
perbaikan, sedikitnya kesalahan, minimnya penundaan, dan pemanfaatan yang lebih
baik atas waktu dan material; (2) produktivitas meningkat; (3) market share
meningkat karena peningkatan kualitas dan harga; (4) profitabilitas perusahaan
peningkat sehingga dapat bertahan dalam bisnis; (5) jumlah pekerjaan meningkat.
Deming mengembangkan 14 poin rencana untuk meringkas pengajarannya tentang
peningkatan kualitas.
Kontribusi
kedua datang dari Joseph Juran. Ia menyatakan bahwa 80 persen cacat disebabkan
karena faktor-faktor yang sebenarnya dapat dikontrol oleh manajemen. Ia merujuk
pada "prinsip pareto." Dari teorinya, ia mengembangkan trilogi
manajemen yang memasukkan perencanaan, kontrol, dan peningkatan kualitas. Juran
mengusulkan manajemen untuk memilih satu area yang mengalami kontrol kualitas
yang buruk. Area tersebut kemudian dianalisis, kemudian dibuat solusi, dan
diimplementasikan.
Manajemen
ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh pasangan suami-istri Frank dan Lillian
Gilbreth. Keluarga Gilbreth berhasil menciptakan micromotion yang dapat
mencatat setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang
dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan tersebut. Gerakan yang sia-sia yang
luput dari pengamatan mata telanjang dapat diidentifikasi dengan alat ini,
untuk kemudian dihilangkan. Keluarga Gilbreth juga menyusun skema klasifikasi
untuk memberi nama tujuh belas gerakan tangan dasar (seperti mencari,
menggenggam, memegang) yang mereka sebut Therbligs (dari nama keluarga
mereka, Gilbreth, yang dieja terbalik dengan huruf th tetap). Skema
tersebut memungkinkan keluarga Gilbreth menganalisis cara yang lebih tepat dari
unsur-unsur setiap gerakan tangan pekerja.
Skema itu
mereka dapatkan dari pengamatan mereka terhadap cara penyusunan batu bata.
Sebelumnya, Frank yang bekerja sebagai kontraktor bangunan menemukan bahwa
seorang pekerja melakukan 18 gerakan untuk memasang batu bata untuk eksterior
dan 18 gerakan juga untuk interior. Melalui penelitian, ia menghilangkan
gerakan-gerakan yang tidak perlu sehingga gerakan yang diperlukan untuk
memasang batu bata eksterior berkurang dari 18 gerakan menjadi 5 gerakan.
Sementara untuk batu bata interior, ia mengurangi secara drastis dari 18
gerakan hingga menjadi 2 gerakan saja. Dengan menggunakan teknik-teknik
Gilbreth, tukang baku dapat lebih produktif dan berkurang kelelahannya di
penghujung hari.
Pendekatan
kuantitatif adalah penggunaan sejumlah teknik kuantitatif seperti statistik, model optimasi, model informasi, atau simulasi komputer untuk membantu manajemen dalam
mengambil keputusan. Sebagai contoh, pemrograman linear digunakan para manajer
untuk membantu mengambil kebijakan pengalokasian sumber daya; analisis jalur
kritis (Critical Path Analysis) dapat digunakan untuk membuat
penjadwalan kerja yang lebih efesien; model kuantitas pesanan ekonomi (economic
order quantity model) membantu manajer menentukan tingkat persediaan
optimum; dan lain-lain.
Pengembangan
kuantitatif muncul dari pengembangan solusi matematika dan statistik terhadap
masalah militer selama Perang Dunia II. Setelah perang berakhir, teknik-teknik
matematika dan statistika yang digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan
militer itu diterapkan di sektor bisnis. Pelopornya adalah sekelompok perwira
militer yang dijuluki "Whiz Kids." Para perwira yang bergabung dengan
Ford Motor Company pada pertengahan 1940-an ini menggunakan metode statistik
dan model kuantitatif untuk memperbaiki pengambilan keputusan di Ford.
Ada 6 macam
teori manajamen diantaranya:
- Aliran
klasik: Aliran
ini mendefinisikan manajemen sesuai dengan fungsi-fungsi manajemennya.
Perhatian dan kemampuan manajemen dibutuhkan pada penerapan fungsi-fungsi
tersebut.
- Aliran
perilaku: Aliran
ini sering disebut juga aliran manajemen hubungan manusia. Aliran ini memusatkan
kajiannya pada aspek manusia da perlunya manajemen memahami manusia.
- Aliran
manajemen Ilmiah: aliran ini menggunakan matematika dan ilmu
statistika untuk mengembangkan teorinya. Menurut aliran ini, pendekatan
kuantitatif merupakan sarana utama dan sangat berguna untuk menjelaskan
masalah manajemen.
- Aliran
analisis sistem: Aliran ini memfokuskan pemikiran pada masalah yang
berhubungan dengan bidang lain untuk mengembangkan teorinya.
- Aliran
manajemen berdasarkan hasil: Aliran manajemen berdasarkan hasil diperkenalkan
pertama kali oleh Peter Drucker pada awal 1950-an. Aliran ini memfokuskan
pada pemikiran hasil-hasil yang dicapai bukannya pada interaksi kegiatan
karyawan.
- Aliran
manajemen mutu: Aliran manajemen mutu memfokuskan pemikiran pada
usaha-usaha untuk mencapai kepuasan pelanggan atau konsumen.
Fungsi
manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam
proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan
kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan
oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20.
Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang,
mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini,
kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi tiga, yaitu:
- Perencanaan
(planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan
sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan
perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu.
Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil
tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat
digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses
terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan,
fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
- Pengorganisasian
(organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan
besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian
mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut.
Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang
harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas
tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut,
pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
- Pengarahan
(directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua
anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan
manajerial dan usaha
Man dan machine,
dua sarana manajemen.
Untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools
merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools
tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines, method,
dan markets.
Man merujuk pada
sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia
adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula
yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses
kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu,
manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai
tujuan.
Money atau Uang
merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat
tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari
jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang merupakan alat
(tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus
diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang
yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang
dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu
organisasi.
Material terdiri dari
bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha
untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya
juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana.
Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan
tercapai hasil yang dikehendaki.
Machine atau Mesin
digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar
serta menciptakan efesiensi kerja.
Metode adalah suatu
tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode
daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan
memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran,
fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan
usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya
tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan
memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya
sendiri.
Market atau pasar
adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan (memasarkan) produknya.
Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang
diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya,
proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam
arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan.
Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan
selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.
Prinsip-prinsip
manajemen adalah
dasar-dasar dan nilai yang menjadi inti dari keberhasilan sebuah manajemen.
Menurut Henry
Fayol. seorang industrialis asal Perancis, prinsip-prinsip dalam manajemen
sebaiknya bersifat lentur dalam arti bahwa perlu di pertimbangkan sesuai dengan
kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang berubah. Prinsip-prinsip umum
manajemen menurut Henry Fayol terdiri dari.
Pembagian kerja (Division of work)
Pembagian kerja
harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga pelaksanaan kerja
berjalan efektif. Oleh karena itu, dalam penempatan karyawan harus menggunakan
prinsip the right man in the right place. Pembagian kerja harus rasional/objektif,
bukan emosional subyektif yang didasarkan atas dasar like and dislike.
Dengan adanya
prinsip orang yang tepat ditempat yang tepat (the right man in the right
place) akan memberikan jaminan terhadap kestabilan, kelancaran dan
efesiensi kerja. Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi penyelengaraan
kerja. kecerobohan dalam pembagian kerja akan berpengaruh kurang baik dan
mungkin menimbulkan kegagalan dalam penyelenggaraan pekerjaan, oleh karena itu,
seorang manajer yang berpengalaman akan menempatkan pembagian kerja sebagai
prinsip utama yang akan menjadi titik tolak bagi prinsip-prinsip lainnya.
Wewenang dan tanggung jawab (Authority and
responsibility)
Setiap karyawan
dilengkapi dengan wewenang untuk melakukan pekerjaan dan setiap wewenang
melekat atau diikuti pertanggungjawaban. Wewenang dan tanggung jawab harus
seimbang. Setiap pekerjaan harus dapat memberikan pertanggungjawaban yang
sesuai dengan wewenang. Oleh karena itu, makin kecil wewenang makin kecil pula
pertanggungjawaban demikian pula sebaliknya.
Tanggung jawab
terbesar terletak pada manajer puncak. Kegagalan suatu usaha bukan terletak
pada karyawan, tetapi terletak pada puncak pimpinannya karena yang mempunyai
wewemang terbesar adalah manajer puncak. oleh karena itu, apabila manajer
puncak tidak mempunyai keahlian dan kepemimpinan, maka wewenang yang ada
padanya merupakan bumerang.
Disiplin
merupakan perasaan taat dan patuh terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung
jawab. Disiplin ini berhubungan erat dengan wewenang. Apabila wewenang tidak
berjalan dengan semestinya, maka disiplin akan hilang. Oleh karena ini,
pemegang wewenang harus dapat menanamkan disiplin terhadap dirinya sendiri
sehingga mempunyai tanggung jawab terhadap pekerajaan sesuai dengan wewenang
yang ada padanya.
Kesatuan perintah (Unity of command)
Dalam
melakasanakan pekerjaan, karyawan harus memperhatikan prinsip kesatuan perintah
sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Karyawan harus tahu
kepada siapa ia harus bertanggung jawab sesuai dengan wewenang yang
diperolehnya. Perintah yang datang dari manajer lain kepada serorang karyawan
akan merusak jalannya wewenang dan tanggung jawab serta pembagian kerja.
Kesatuan pengarahan (Unity of direction)
Dalam
melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya, karyawan perlu diarahkan menuju
sasarannya. Kesatuan pengarahan bertalian erat dengan pembagian kerja. Kesatuan
pengarahan tergantung pula terhadap kesatuan perintah. Dalam pelaksanaan kerja
bisa saja terjadi adanya dua perintah sehingga menimbulkan arah yang
berlawanan. Oleh karena itu, perlu alur yang jelas dari mana karyawan mendapat
wewenang untuk pmelaksanakan pekerjaan dan kepada siapa ia harus mengetahui
batas wewenang dan tanggung jawabnya agar tidak terjadi kesalahan. Pelaksanaan
kesatuan pengarahan (unity of directiion) tidak dapat terlepas dari pembaguan
kerja, wewenang dan tanggung jawab, disiplin, serta kesatuan perintah.
Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan
sendiri
Setiap karyawan
harus mengabdikan kepentingan sendiri kepada kepentingan organisasi. Hal
semacam itu merupakan suatu syarat yang sangat penting agar setiap kegiatan
berjalan dengan lancar sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik.
Setiap karyawan
dapat mengabdikan kepentingan pribadi kepada kepentingan organisasi apabila
memiliki kesadaran bahwa kepentingan pribadi sebenarnya tergantung kepada
berhasil-tidaknya kepentingan organisasi. Prinsip pengabdian kepentingan
pribadi kepada kepentingan organisasi dapat terwujud, apabila setiap karyawan
merasa senang dalam bekerja sehingga memiliki disiplin yang tinggi.
Gaji atau upah
bagi karyawan merupakan kompensasi yang menentukan terwujudnya kelancaran dalam
bekerja. Karyawan yang diliputi perasaan cemas dan kekurangan akan sulit
berkonsentrasi terhadap tugas dan kewajibannya sehingga dapat mengakibatkan
ketidaksempurnaan dalam bekerja. Oleh karena itu, dalam prinsip penggajian
harus dipikirkan bagaimana agar karyawan dapat bekerja dengan tenang. Sistem
penggajian harus diperhitungkan agar menimbulkan kedisiplinan dan kegairahan
kerja sehingga karyawan berkompetisi untuk membuat prestasi yang lebih besar.
Prinsip more pay for more prestige (upah lebih untuk prestasi lebih),
dan prinsip upah sama untuk prestasi yang sama perlu diterapkan sebab apabila
ada perbedaan akan menimbulkan kelesuan dalam bekerja dan mungkin akan
menimbulkan tindakan tidak disiplin.
Pemusatan (Centralization)
Pemusatan
wewenang akan menimbulkan pemusatan tanggung jawab dalam suatu kegiatan.
Tanggung jawab terakhir terletak ada orang yang memegang wewenang tertinggi
atau manajer puncak. Pemusatan bukan berarti adanya kekuasaan untuk menggunakan
wewenang, melainkan untuk menghindari kesimpangsiuran wewenang dan tanggung
jawab. Pemusatan wewenang ini juga tidak menghilangkan asas pelimpahan wewenang
(delegation of authority)
Pembagian kerja
menimbulkan adanya atasan dan bawahan. Bila pembagian kerja ini mencakup area
yang cukup luas akan menimbulkan hirarki. Hirarki diukur dari wewenang terbesar
yang berada pada manajer puncak dan seterusnya berurutan ke bawah. dengan
adanya hirarki ini, maka setiap karyawan akan mengetahui kepada siapa ia harus
bertanggung jawab dan dari siapa ia mendapat perintah.
Ketertiban
dalam melaksanakan pekerjaan merupakan syarat utama karena pada dasarnya tidak
ada orang yang bisa bekerja dalam keadaan kacau atau tegang. Ketertiban dalam
suatu pekerjaan dapat terwujud apabila seluruh karyawan, baik atasan maupun
bawahan mempunyai disiplin yang tinggi. Oleh karena itu, ketertiban dan
disiplin sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan.
Keadilan dan
kejujuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Keadilan dan kejujuran terkait dengan moral karyawan dan tidak
dapat dipisahkan. Keadilan dan kejujuran harus ditegakkan mulai dari atasan
karena atasan memiliki wewenang yang paling besar. Manajer yang adil dan jujur
akan menggunakan wewenangnya dengan sebaik-baiknya untuk melakukan keadilan dan
kejujuran pada bawahannya.
Stabilitas kondisi karyawan
Dalam setiap
kegiatan kestabilan karyawan harus dijaga sebaik-baiknya agar segala pekerjaan
berjalan dengan lancar. Kestabilan karyawan terwujud karena adanya disiplin
kerja yang baik dan adanya ketertiban dalam kegiatan.
Manusia sebagai
makhluk sosial yang berbudaya memiliki keinginan, perasaan dan pikiran. Apabila
keinginannya tidak terpenuhi, perasaan tertekan dan pikiran yang kacau akan
menimbulkan goncangan dalam bekerja.
Prakarsa timbul
dari dalam diri seseorang yang menggunakan daya pikir. Prakarsa menimbulkan
kehendak untuk mewujudkan suatu yang berguna bagi penyelesaian pekerjaan dengan
sebaik-beiknya. Jadi dalam prakarsa terhimpun kehendak, perasaan, pikiran,
keahlian dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, setiap prakarsa yang datang
dari karyawan harus dihargai. Prakarsa (inisiatif) mengandung arti menghargai
orang lain, karena itu hakikatnya manusia butuh penghargaan. Setiap penolakan
terhadap prakarsa karyawan merupakan salah satu langkah untuk menolak gairah
kerja. Oleh karena itu, seorang manajer yang bijak akan menerima dengan senang
hari prakarsa-prakarsa yang dilahirkan karyawannya.
Semangat kesatuan dan semangat korps
Setiap karyawan
harus memiliki rasa kesatuan, yaitu rasa senasib sepenanggungan sehingga
menimbulkan semangat kerja sama yang baik. semangat kesatuan akan lahir apabila
setiap karyawan mempunyai kesadaran bahwa setiap karyawan berarti bagi karyawan
lain dan karyawan lain sangat dibutuhkan oleh dirinya. Manajer yang memiliki
kepemimpinan akan mampu melahirkan semangat kesatuan (esprit de corp),
sedangkan manajer yang suka memaksa dengan cara-cara yang kasar akan melahirkan
friction de corp (perpecahan dalam korp) dan membawa bencana
Manajer adalah
seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan
kegiatan-kegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi.[rujukan?]
Piramida jumlah karyawan pada organisasi dengan struktur
tradisional, berdasarkan tingkatannya.
Pada organisasi
berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokan menjadi manajer puncak,
manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama (biasanya digambarkan dengan
bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di bagian bawah daripada
di puncak).
Manejemen lini
pertama (first-line management), dikenal pula dengan istilah manajemen
operasional, merupakan manajemen tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin
dan mengawasi karyawan non-manajerial yang terlibat dalam proses produksi.
Mereka sering disebut penyelia (supervisor), manajer shift,
manajer area, manajer kantor, manajer departemen, atau mandor (foreman).
Manajemen
tingkat menengah (middle management) mencakup semua manajemen yang
berada di antara manajer lini pertama dan manajemen puncak dan bertugas sebagai
penghubung antara keduanya. Jabatan yang termasuk manajer menengah di antaranya
kepala bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi.
Manajemen
puncak (top management), dikenal pula dengan istilah executive
officer, bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum
dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (Chief
Executive Officer), CIO (Chief Information Officer), dan CFO (Chief
Financial Officer).
Meskipun
demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan
menggunakan bentuk piramida tradisional ini. Misalnya pada organisasi yang
lebih fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim
karyawan yang selalu berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya
sesuai dengan permintaan pekerjaan.
Henry Mintzberg,
seorang ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan bahwa ada sepuluh peran yang
dimainkan oleh manajer di tempat kerjanya. Ia kemudian mengelompokan kesepuluh
peran itu ke dalam tiga kelompok. yang pertama adalah peran antar pribadi,
yaitu melibatkan orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan
simbolis. Peran ini meliputi peran sebagai figur untuk anak buah, pemimpin, dan
penghubung. Yang kedua adalah peran informasional, meliputi peran manajer
sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru bicara. Yang
ketiga adalah peran pengambilan keputusan, meliputi peran sebagai seorang
wirausahawan, pemecah masalah, pembagi sumber daya, dan perunding.
Mintzberg
kemudian menyimpulkan bahwa secara garis besar, aktivitas yang dilakukan oleh
manajer adalah berinteraksi dengan orang lain.
Gambar ini menunjukan keterampilan yang dibutuhkan
manajer pada setiap tingkatannya.
Robert L. Katz
pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga
keterampilan dasar. Ketiga keterampilan tersebut adalah:
Keterampilan
konseptual (conceptional skill)
Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan
untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan
atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu
rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses
penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya
disebut sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh
karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk
membuat rencana kerja.
Keterampilan
berhubungan dengan orang lain (humanity skill)
Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan
keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang
lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang
persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang
dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan
akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap
terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada
tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah.
Keterampilan
teknis (technical skill)
Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat
yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk
menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan program
komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan lain-lain.
Selain tiga
keterampilan dasar di atas, Ricky W. Griffin menambahkan dua keterampilan dasar
yang perlu dimiliki manajer, yaitu:
Keterampilan
manajemen waktu
Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk
menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin mengajukan
contoh kasus Lew Frankfort dari Coach. Pada tahun 2004, sebagai manajer,
Frankfort digaji $2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja
selama 50 jam per minggu dengan waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort
setiap jamnya adalah $800 per jam—sekitar $13 per menit. Dari sana dapat
kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan
perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja, memiliki gaji yang jauh lebih
kecil dari Frankfort. Namun demikian, waktu yang mereka miliki tetap
merupakan aset berharga, dan menyianyiakannya berarti membuang-buang uang
dan mengurangi produktivitas perusahaan.
Keterampilan
membuat keputusan
Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara
terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang
paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top
manager). Griffin mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan.
Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai
alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus
mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang
dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan
alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar
tetap berada di jalur yang benar.
Etika
manajerial adalah standar
prilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan mereka.
Kategori etika manajerial
Ricky W.
Griffin dalam bukunya yang berjudul Business mengklasifikasikan etika
manajerial ke dalam tiga kategori:
Perilaku terhadap karyawan
Kategori ini
meliputi aspek [perekrutan], [PHK|pemecatan], [gaji|kondisi upah] dan kerja,
serta ruang pribadi dan penghormatan. Pedoman etis dan hukum mengemukakan bahwa
keputusan perekrutan dan pemecatan harus didasarkan hanya pada kemampuan untuk
melakukan pekerjaan. Perilaku yang secara umum dianggap tidak etis dalam kategori
ini misalnya mengurangi upah pekerja karena tahu pekerja itu tidak bisa
mengeluh lantaran takut kehilangan pekerjaannya.
Perilaku terhadap organisasi
Permasalahan
[etika] juga terjadi dalam hubungan pekerja dengan organisasinya. Masalah yang
terjadi terutama menyangkut tentang kejujuran, konflik kepentingan, dan
kerahasiaan. Masalah kejujuran yang sering terjadi di antaranya
menggelembungkan anggaran atau mencuri barang milik perusahaan. Konflik
kepentingan terjadi ketika seorang individu melakukan tindakan untuk
menguntungkan diri sendiri, namun merugikan atasannya. Misalnya, menerima suap
Sementara itu, masalah pelanggaran etika yang berhubungan dengan kerahasiaan di
antaranya menjual atau membocorkan rahasia perusahaan kepada pihak lain.
Perilaku terhadap agen ekonomi lainnya
Seorang manajer
juga harus menjalankan etika ketika berhubungan dengan agen-agen ekonomi
lain—seperti pelanggan, pesaing, pemegang saham, pemasok, distributor, dan
serikat buruh.
1.
Oxford English Dictionary
2.
Robbins, Stephen dan Mary coulter.
2007. Management, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.
3.
Vocational Business: Training,
Developing and Motivating People by Richard Barrett - Business & Economics
- 2003. - Page 51.
4.
Griffin, R. 2006. Business, 8th
Edition. NJ: Prentice Hall.
5.
(Inggris) Online Etymology: Manage
6.
C.S. George Jr. 1972. The History
of Management Thought, ed. 2nd. Upper Saddle River, NJ. Prentice Hall. h.4
7.
(Inggris) Wren, Daniel dan Arthur Bedeian. 2009. The Evolution of
Management Thought
8.
Smith, Adam. 1776. An Inquiry
into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.
9.
http://www.referenceforbusiness.com/management/Or-Pr/Pioneers-of-Management.html
10. Fayol, Henry. 1949. Administration, industrielle et
generale.
11. Drucker, Peter. 1946. Concept of Corporation. John
Day Company.
12. (Inggris) Kisah Whiz Kids
13. Mintzberg 1973. The Nature of Managerial Work
14. Robert L. Katz. Skills of an Effective Administrator.