Monday

MAKALAH HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
ANAK KORBAN KEKERASAN
(Tinjauan Hukum terhadap Kebijakan Publik)


Diajukan untuk memenuhi tugas :

Mata Kuliah     : Hukum dan Kebijakan Publik
Dosen              :






(LAMBANG/LOGO KAMPUS)






Oleh :


NIM                       :
Program Studi         :
  
  
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER (S-2) ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2013



PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
ANAK KORBAN KEKERASAN
(Tinjauan Hukum terhadap Kebijakan Publik)



A. Pendahuluan
[1]
Di Jakarta Kekerasan pada anak dan perempuan makin meningkat. Berdasarkan data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta, pada tahun 2011  kekerasan mencapai 1.381 kasus dan tahun 2012 melonjak menjadi 1.429 kasus.[2]
Hak asasi perempuan dan hak asasi anak adalah bagian dari hak asasi manusia, karena perempuan dan anak adalah bagian dari manusia. Sebagai manusia, perempuan dan anak mempunyai hak yang sama, mereka merupakan komposisi penting dalam sebuah bangsa yang dapat melakukan peran serta dalam pembangunan nasional.
Hak perempuan dan anak yang diakui oleh dunia internasional salah satunya adalah hak untuk tidak mengalami penganiayaan atau kekejaman lain atau perilaku penyiksaan secara tidak manusiawi atau sewenang-wenang, sehingga diperlukan adanya suatu kepastian perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak  dari perbuatan kekerasan baik yang dilakukan dalam keluarga maupun di luar keluarga.
Rumah tangga seharusnya adalah tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga, akan tetapi pada kenyataannya, justru banyak rumah tangga menjadi tempat penderitaan dan penyiksaan karena terjadi tindakan kekerasan. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya adalah setiap perbuatan yang dilakukan seseorang atau beberapa orang terhadap orang lain, yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan  atau penderitaan secara fisik, seksual, dan, atau psikologis, termasuk ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang atau penekanan    secara   ekonomis  yang   terjadi  dalam   lingkup   rumah   tangga. [3]
Ketidakadilan terhadap perempuan dalam peranannya di masyarakat, akhir-akhir ini berkembang isu mengenai gender.Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan pembagian peran dan tanggung jawab wanita dan laki-laki yang ditentukan dalam masyarakat. Di dalam pengertian gender muncul suatu pandangan bahwa wanita memiliki sifat yang lemah, lembut, telaten, sabar, dan lebih mengutamakan perasaan dari pada pikiran.  Di dalam lingkungan kehidupan masyarakat, sering dijumpai sikap atau perilaku yang mendiskriditkan dan mendeskriminasikan perempuan, hal ini dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan kerja sampai Negara. Ketidakadilan gender termanifestasi dalam berbagai bentuk yaitu :
1.    Marginalisasi, yaitu proses pemiskinan ekonomi.
2.    Subordinasi, yaitu suatu anggapan tidak penting dan rendah.
3.    Stereotipe, adanya diskriminasi dan pelabelan peran.
4.    Kekerasan atau Violence
5.    Multi/double burden atau bekerja lebih panjang dan banyak.[4]
Sebagaimana disebut dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, maka penulis tertarik untuk mengkaji kebijakan publik yang dilakukan pemerintah dalam melindungi anak dan perempuan dari kekerasan.

B. Rumusan Masalah
Berdasar uraian di atas makalah ini berusaha menjawab pertanyaan bagaimanakah kebijakan perlidungan hukum terhadap anak korban kekerasan?

C. Pembahasan

1. Pengertian Kebijakan Publik
Pengertian kebijakan publik dapat dilihat dari pendapat beberapa ahli.Menurut Candler dan Plano dalamHesel Nogi S. Tangkilisan, kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.[5] Pendapat lain menyatakan bahwa kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan.[6]
Anderson memberikan definisi kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, yang membawa implikasi :
a.     Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi kepada tujuan;
b.     Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah;
c.     Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan;
d.     Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu;
e.     kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan pada peraturan perundangan yang besifat mengikat dan memaksa.[7]
Berbagai pengertian kebijakan publik di atas mempunyai implikasi sebagai berikut :
a.     Bahwa kebijakan publik itu bentuk awalnya adalah merupakan penetapan tindakan-tindakan pemerintah,
b.     Bahwa kebijakan publik tersebut tidak cukup hanya dinyatakan dalam bentuk teks-teks formal, namun juga harus dilaksanakan atau dimplementasikan secara nyata,
c.     Bahwa kebijakan publik tersebut pada hakekatnya harus memiliki tujuan-tujuan dan dampak-dampak, baik jangka panjang maupun jangka pendek, yang telah dipikirkan secara matang terlebih dahulu,
d.     Dan pada akhirnya segala proses yang ada di atas diperuntukkan bagi pemenuhan kepentingan masyarakat.[8]
Dengan demikian kebijakan publik umumnya harus dilegalisasikan dalam bentuk hukum, serta pada dasarnya sebuah hukum adalah hasil kebijakan publik.[9]Dalam suatu rechtsstaat yang modern, fungsi perundang-undangan bukanlah hanya memberi bentuk kepada endapan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dan hidup dalam masyarakat, dan undang-undang bukanlah hanya sekedar produk fungsi negara di bidang pengaturan.Perundang-undangan adalah salah satu metode dan instrumen ampuh yang tersedia untuk mengatur dan mengarahkan kehidupan masyarakat menuju cita-cita yang diharapkan.[10]
Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap anak sebagai sebuah kebijakan publik harus menerapkan asas legalitas, yaitu bahwa kebijakan publik atau tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, harus didasarkan pada peraturan perundangan.



2. Perlindungan Hukum terhadap Anak
Perlindungan adalah adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, ganguan, teror, dan kekerasa dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.[11]
Pengertian Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.[12] Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.[13] Sedangkan menurut perspektif Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.[14]
Korban adalah orang atau kelompok orang yang mengalami penderitaan secara fisik, mental, maupun emosional serta mengalami kerugian ekonomi, atau mengalami pengabaian, pengurangan dan perampasan hak – hak dasarnya sebagai akibat langsung dari pelanggaran hak asasi manusia.[15]
Kekerasan adalah hal yang bersifat atau berciri keras yaitu perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang yang orang lain atau paksaan. Secara spesifik yang dimaksud kekerasan seksual adalah suatu prilaku seksual deviatif atau menyimpang, merugikan korban dan merusak kedamaian di masyarakat.[16]
Pengertian Perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi perempuan dan anak atas hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi aktif secara optimal, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi dalam rangka mewujudkan generasi penerus yang berkualitas, berahlak mulia dan sejahtera. Rasa aman merupakan kebutuhan hakiki bagi setiap orang termasuk perempuan dan anak kerena tanpa adanya rasa aman maka masyarakat cenderung untuk khawatir dan terganggu dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari.[17]
Secara umum definisi kekerasan adalah semua bentuk prilaku, baik verbal/ ucapan (antara lain : makian, ancaman, penghinaan) maupun non verbal/ tindakan (misalnya : pemukulan, perkosaan) yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang sehingga berakibat merendahkan, menyakiti atau merugikan (memberi efek negatif) baik secara fisik, seksual, mental, emosional-psikologis ataupun finansial ekonomi.[18]
Terdapat banyak bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak di antaranya yang paling umum /  sering terjadi adalah :
a.  Pelecehan Seksual dan Perkosaan :
Meliputi komentar, gurauan yang tidak senonoh, mencolek, meraba, mengelus, memeluk, mencium, menunjukkan gambar porno, memaksa atau mengancam untuk melakukan sesuatu yang tidak senonoh sampai perkosaan.
Pelecehan seksual dapat terjadi pada perempuan segala umur, bahkan pada anak laki-laki dan perempuan. Pelakunya pada umumnya adalah laki-laki yang memiliki power / posisi kekuasaan lebih tinggi misalnya atasan terhadap bawahan, orang tua / paman terhadap anak, guru terhadap murid, pemberi pekerja terhadap percari kerja, ataupun orang-orang lain yang tak dikenal. Namun berdasarkan fakta-fakta pelaku perkosaan sebagian besar adalah orang dikenal korban sehingga perkosaan dikelompokkan dalam 3 jenis, yaitu :
1)      Incest
Yaitu perkosaan yang dilakukan oleh anggota keluarga atau orang yang telah dianggap sebagai keluarga.
2)      Marital Rape
Yaitu perkosaan yang dilakukan oleh suami terhadap isterinya.
3)      Dating Rape
Yaitu perkosaan yang dilakukan oleh pacar atau teman kencan.
b.  Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Yang dimaksud dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Sebagai anggota keluarga yang paling mudah dan tidak berdaya seringkali anak-anak menjadi korban orang tuanya / orang dewasa antara lain :
1)        Menjadi pelampiasan kemarahan apabila orangtua mempunyai masalah.
2)        Dimarahi atau dipukul atau dihukum apabila tidak patuh terhadap kehendak orangtua.
3)        Membebani anak dengan tugas-tugas yang belum semestinya (ikut mencari nafkah, melakukan pekerjaan rumah tangga, seperti mengasuh adik, bertani dan lain-lain).
4)        Dirampas hak-haknya untuk berpendapat, berbicara, dan menentukan pilihan.
c.  Bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah sebagai berikut :
1)    Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya.
2)    Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial.
3)    Eksploitasi ekonomi dan sosial terhadap anak dalam bentuk perdagangan anak, dan mempekerjakan anak lebih dari ketentuan yang berlaku.
4)    Melibatkan anak dalam politik, konflik bersenjata, kekerasan sara, dan perbuatan yang mengandung unsur kekerasan lainnya.
5)    Memberikan ancaman kekerasan kepada anak.
6)    Melibatkan anak dalam perdagangan dan produksi narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (Napza).
7)    Kekerasan seksual.
8)    Pengambilan organ tubuh anak atau transplantasi tanpa ijin wali anak dan tanpa memperhatikan kepentingan kesehatan anak tersebut.
9)    Memaksa dan atau membujuk anak untuk memeluk suatu agama
Pelaku kekerasan terhadap anak diancam dengan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan, antara lain:
a.    Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 : Pasal 44 s.d. Pasal 55
b.    Undang-Undang  Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak: Pasal 77 s.d. Pasal 90
Perlindungan Terhadap anak juga dilakukan dengan menerbitkan peraturan-peraturan sebagai berikut:
1)      Undang – undang Dasar 1945 Pasal 28b Ayat 2
2)      Undang – undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Tambahan Lembaran Negara Nomor 3143)
3)      Undang – undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Tambahan Lembaran Negara Nomor 3277)
4)      Undang – undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886)
5)      Undang – undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi ICESCR (Pasal 10, Pasal 12 Ayat (2), dan Pasal 13 Ayat (3))
6)      Undang – undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi ICCPR (Pasal 14 Ayat (1), Pasal 18 Ayat (4), Pasal 23 Ayat (4) dan Pasal 24).
7)      Keppres Nomor 40 Tahun 2004 tentang Pertahanan Keamanan 2004 – 2009 tentang Memasukan Agenda Ratifikasi Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang Perdagangan Anak, Pornografi Anak, dan Prostitusi Anak (2005) dan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak entang Kterlibatan Anak dalam Konflik Senjata (2006)
8)      Keppres Nomor 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Penghapusan Bentuk – bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak
9)      Keppres Nomor 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksplotasi Seksual Komersial Anak (ESKA)
10)  Keppres Nomor 88 Tahun 2002 tentang tentang Rencana Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A). Peraturan hukum ini dapat digolongkan sebagai aturan yang bersifat mendasar.[19]

D. Penutup
Anak adalah aset paling penting masa depan bangsa Indonesia. Oleh karena itu melindungi anak berarti mempersiapkan maasa depan negara. Negara telah mengatur berbagai kebijakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan perlindungan anak, serta melaksanakan berbagai program guna tercapainya perlindungan terhadap anak dari kekerasan.




DAFTAR PUSTAKA

A. Hamid Attamimi, Teori Peraturan perundang-undangan Indonesia, Fakultas Hukum UI,  Jakarta, 1992
Gatot Supramono, 2007, Hukum Acara Pengadilan Anak,Cet. ketiga, Djambatan, Jakarta.
Hadi Setia T, 2003, UU RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Harvarindo, Jakarta.
Hesel Nogi S. Tangkilisan, 2003, Kebijakan Publik Yang Membumi, Konsep, Strategi dan Kasus, Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_terhadap_anak
http://www.poskotanews.com/2013/03/25/kekerasan-terhadap-anak-dan-perempuan-meningkat/
http://www.voaindonesia.com/content/tindak-kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak-semakin-parah/1625738.html
Lembaga Bantuan Perlindungan Perempuan dan Anak Derap Warapsari, 2003, Perlindungan   Terhadap Perempuan dan Anak Yang Menjadi Korban Kekerasan, Bhara Kerta Inkoppol, Jakarta.
M. Marwas & Jimmy P, Kamus Hukum, Dictionary of Law Complete Edition, Cetakan 1,  Reality Publisher, Surabya, 2009.
Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2002 tentang Tata cara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran HAM Yang Berat
Riant Nugroho D, 2003, Kebijakan Publik, Formulasi Implementasi dan Evaluasi, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, Cetakan 1, Citra Aditya Bakti, 2009.
Saiful Bahri, 2004, Hukum dan Kebijakan Publik, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta.
Supanto, 1999, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta.
Surat Keputusan Kapolri Mo.Pol.: Skep/831/XI/2005 tanggal 25 Nopember 2005, Pedoman Pembentukan dan Pembinaan Kelompok Sadar Kamtibmas, Mabes Polri, Jakarta.




[1] http://www.voaindonesia.com/content/tindak-kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak-semakin-parah/1625738.html
[2] http://www.poskotanews.com/2013/03/25/kekerasan-terhadap-anak-dan-perempuan-meningkat/
[3]Supanto, 1999, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta, hal. 13
[4] Lembaga Bantuan Perlindungan Perempuan dan Anak Derap Warapsari, 2003, Perlindungan   Terhadap Perempuan dan Anak Yang Menjadi Korban Kekerasan, Bhara Kerta Inkoppol, Jakarta, hal.5
[5] Hesel Nogi S. Tangkilisan, 2003, Kebijakan Publik Yang Membumi, Konsep, Strategi dan Kasus, Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta, hal. 1.
[6] Riant Nugroho D, 2003, Kebijakan Publik, Formulasi Implementasi dan Evaluasi, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 51.
[7] Hesel Nogi S. Tangkilisan, op.cit., hal. 2.
[8]Ibid., hal. 25.
[9]Saiful Bahri, 2004, Hukum dan Kebijakan Publik, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta, hal. 32
[10]A. Hamid Attamimi, Teori Peraturan perundang-undangan Indonesia, Fakultas Hukum UI,  Jakarta, 1992, hal. 8.
[11] Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2002 tentang Tata cara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran HAM Yang Berat
[12] M. Marwas & Jimmy P, Kamus Hukum, Dictionary of Law Complete Edition, Cetakan 1,  Reality Publisher, Surabya, 2009, hal 258.
[13] Gatot Supramono, 2007, Hukum Acara Pengadilan Anak,Cet. ketiga, Djambatan, Jakarta, hal. 134
[14]Hadi Setia T, 2003, UU RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Harvarindo, Jakarta, hal. 5
[15] M. Marwas & Jimmy P, Op. Cit., hal 383.
[16] Ibid. hal 343
[17] Surat Keputusan Kapolri Mo.Pol.: Skep/831/XI/2005 tanggal 25 Nopember 2005, Pedoman Pembentukan dan Pembinaan Kelompok Sadar Kamtibmas, Mabes Polri, Jakarta, hal.1
[18] http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_terhadap_anak
[19] Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, Cetakan 1, Citra Aditya Bakti, 2009, Hal 33 – 36.

No comments:

Post a Comment

Silahkan Komentar!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Posting Populer