Monday

CONTOH PROPOSAL TESIS

HAK PASIEN DALAM MENDAPATKAN INFORMASI PELAYANAN KESEHATAN BERDASARKAN UU NO. 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

A.       Latar Belakang Masalah

Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus-­menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan praktik kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping sandang, papan, dan pangan. Tanpa hidup yang sehat, hidup manusia menjadi tanpa arti, sebab dalam keadaan sakit, manusia tidak mungkin dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan baik. Oleh karena itu setiap orang yang sakit pasti berusaha untuk memperoleh pengobatan dan perawatan supaya sehat kembali. Dalam keadaan yang demikian maka orang yang sakit akan pergi ke dokter untuk mendapatkan perngobatan. Seseorang yang dalam keadaan sakit sehingga membutuhkan pertolongan dari seorang dokter sering disebut dengan istilah  sebagai pasien. Hubungan antara dokter dengan pasien terjadi pada saat pasien datang dan meminta pertolongan kepada dokter untuk mengatasi masalah atau keluhan kesehatan yang sedang dialami oleh pasien tersebut dan dokter dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki berusaha untuk memberikan pertolongan berdasarkan kompetensinya memutuskan  tindakan-tindakan medis apa yang perlu dilakukan terhadap pasien tersebut. Hubungan yang terjadi antara dokter dan pasien adalah hubungan dalam jasa pemberian pelayanan kesehatan. Pada asasnya hubungan antara dokter dan pasien bertumpu pada dua macam hak asasi manusia yang dijamin oleh dokumen maupun konvensi internasional. Kedua macam hak tersebut ialah hak atas informasi (the right to information) dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self determination). Pelayanan kesehatan berawal dari hubungan kepercayaan antara dua pihak yaitu mengobati dan yang membutuhkan pengobatan atau antara dokter dan pasien dalam perkembangannya sering disebut dengan istilah transaksi terapeutik atau perjanjian terapeutik yang artinya adalah suatu tansaksi atau perjanjian untuk menentukan terapi penyembuhan yang paling tepat bagi pasien oleh dokter.
Kemajuan teknologi informasi yang semakin mengglobal membuat masyarakat semakain berkembang dan maju. Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan tersebut membuat masyarakat semakin tinggi akan tuntutan terutama dalam hal jasa pelayanan, masyarakat membutuhkan jasa pelayanan yang baik, berkualitas, cepat, tepat, dan berpihak kepada rakyat.
Landasan utama bagi dokter dan dokter gigi untuk dapat melakukan tindakan medis terhadap orang lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan kompetensi yang dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pengetahuan yang dimilikinya harus terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.
Dokter dan dokter gigi dengan perangkat keilmuan yang dimilikinya mempunyai karakteristik yang khas. Kekhasannya ini terlihat dari pembenaran yang diberikan oleh hukum yaitu diperkenankannya melakukan tindakan medis terhadap tubuh manusia dalam upaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan. Tindakan medis terhadap tubuh manusia yang dilakukan bukan oleh dokter atau dokter gigi dapat digolongkan sebagai tindak pidana.

Kekarakteristikan yang khas yang dimiliki dokter, sering kali menyebabkan seorang dokter merasa kedudukannya lebih tinggi dibandingkan dengan pasien ketika terjadi hubungan pelayanan kesehatan, sehingga hak-hak yang dimiliki pasien dapat terabaikan seperti hak untuk mendapatkan informasi atau penjelasan yang benar terhadap tindakan-tindakan medis apa saja yang akan dilakukan terhadap diri pasien termasuk rencana terapi yang akan diberikan. Berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter dan dokter gigi, maraknya tuntutan hukum yang diajukan masyarakat dewasa ini seringkali diidentikkan dengan kegagalan hubungan yang baik seperti kurangya keterbukaan dokter selaku pemberi pertolongan kepada pasien, karena berawal dari informasi yang baik pasien dapat mengambil keputusan mengenai perawatan kesehatan.  Berbagai upaya hukum yang dilakukan dalam memberikan perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan, dokter dan dokter gigi sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan, akan tetapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat cepat tidak seimbang dengan perkembangan hukum. Berdasarkan Deklarasi Hak-hak Pasien dari World Medical Assiciation (WMA) menyatakan1:
Pasein mempunyai hak untuk menentukan sendiri, bebas dalam membuat keputusan yang menyangkut diri sendiri.
 


1John R. Williams, Panduan Etika Medis, Pusat Studi Kedokteran Islam FK Universitas Muhammadiyah, Yokyakarta, 2006, hlm.45

Dokter harus memberi tahu pasien konsekuensi dari keputusan yang diambil. Pasien dewasa yang sehat mentalnya memiliki hak untuk memberi ijin terhadap prosedur diagnosis maupun terapi. Pasien mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusannya. Pasien harus paham dengan jelas apa tujuan dari suatu tes atau pengobatan, hasil apa yang akan diperoleh, dan apa dampaknya jika menunda keputusan.

Perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran dan kedokteran gigi dirasakan belum memadai, selama ini masih didominasi oleh kebutuhan formal dan kepentingan pemerintah, sedangkan porsi profesi masih sangat kurang.
Dengan demikian, dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran selain tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku, juga harus menaati ketentuan kode etik yang disusun oleh organisasi profesi dan didasarkan pada disiplin ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Untuk merespon jasa pelayanan yang baik khususnya dalam bidang kesehatan pemerintah telah melahirkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran. Dengan terbitnya Undang-Undang ini mampu memberikan jawaban terhadap tuntutan Public Service. Dalam Undang-Undang ini diatur sedemikian rupa agar kedua belah pihak baik masyarakat sebagai konsumen pelayanan merasa puas dan tidak dirugikan, begitu pula sebaliknya dokter sebagai para pelayan dapat memberikan jasa pelayanan yang leluasa terlindungi oleh hukum haknya tanpa diganggu gugat. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran diatur antara lain mengenai:
1.         Asas dan tujuan penyelenggaraan praktik kedokteran yang menjadi landasan yang didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan serta   perlindungan dan keselamatan;
2.         Pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi disertai susunan organisasi, fungsi, tugas, dan kewenangan;
3.         Registrasi dokter dan dokter gigi;
4.         Penyusunan, penetapan, dan pengesahan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi;
5.         Penyelenggaraan praktik kedokteran;
6.         Pembentukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia;
7.         Pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran; dan
8.         Pengaturan ketentuan pidana.
Dalam konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) tahun 1948 tertulis bahwa “Health is a fundamental human right”, yang mengandung suatu kewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan mempertahankan yang sehat. Hal ini melandasi pemikiran bahwa sehat sebagai hak asasi manusia dan sehat sebagai investasi. Untuk Indonesia, jelas tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa kesehatan merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana  dalam pasal 28 H ayat (1): “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. 
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan bidang kesehatan merupakan salah satu kewenangan wajib yang harus dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota. Penyelenggaraan Kewenangan Wajib oleh Daerah adalah merupakan perwujudan otonomi yang bertanggungjawab, yang pada intinya merupakan pengakuan/pemberian hak dan kewenangan Daerah  dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh Daerah. Tanpa mengurangi arti serta pentingnya prakarsa Daerah dalam penyelenggaraan otonominya dan untuk menghindari terjadinya kekosongan penyelenggaraan pelayanan dasar kepada masyarakat, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota wajib melaksanakan kewenangan dalam bidang tertentu, termasuk didalamnya kewenangan bidang kesehatan.
Berdasar uraian latar belakang tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti masalah praktik kedokteran, khususnya di Kabupaten Kotawaringin Barat dalam tesis dengan judul: “Hak Pasien Dalam Mendapatkan Informasi Pelayanan Kesehatan Berdasarkan UU NO. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran”.

B.       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1.         Bagaimana hak pasien dalam mendapatkan informasi pelayanan kesehatan berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ?
2.         Apa kendala-kendala hak pasien dalam mendapatkan informasi pelayanan kesehatan berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ?  
3.         Apa upaya yang dilakukan untuk mendapatkan hak pasien terhadap informasi pelayanan kesehatan berdasarkan UU No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

C.       Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1.         Untuk mengetahui hak pasien dalam mendapatkan informasi pelayanan kesehatan berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
2.         Untuk mengetahui kendala-kendala pasien dalam mendapatkan  informasi pelayanan kesehatan berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
3.         Untuk memberikan upaya mengatasi masalah pasien dalam mendapatkan informasi pelayanan kesehatan berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.



D.      Manfaat Penelitian

1.         Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis adalah dimaksudkan bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam memgembangkan ilmu hukum khusunya Hukum Tata Negara dalam mengkaji hak pasien dalam mendapatkan informasi pelayanan kesehatan berdasarkan UU no. 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
2.         Manfaat Praktis
Manfaat praktis adalah dimaksudkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan-masukan pemikiran bagi para pihak yang berkepentingan, penentu kebijakan, dalam kaitan dengan hak pasien dalam mendapatkan informasi pelayanan kesehatan berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

E.       Kerangka Konseptual

Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan  yang mempelajari tentang cara mempertahankan kesehatan manusia dan mengembalikan manusia pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada penyakit dan cidera. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta pengobatannya, dan penerapan dari pengetahuan tersebut.[1]
Praktik kedokteran dilakukan oleh para profesional kedokteran, lazimnya dokter dan kelompok profesi kedokteran lainnya yang meliputi perawat atau ahli farmasi. Berdasarkan sejarah, hanya dokterlah yang dianggap mempraktikkan ilmu kedokteran secara harfiah, dibandingkan dengan profesi-profesi perawatan kesehatan terkait. Profesi kedokteran adalah struktur sosial dan pekerjaan dari sekelompok orang yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu kedokteran. Di berbagai negara dan wilayah hukum, terdapat batasan hukum atas siapa yang berhak mempraktikkan ilmu kedokteran atau bidang kesehatan terkait.[2]
Ilmu kedokteran yang seperti dipraktikkan pada masa kini berkembang pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 di Inggris (oleh William Harvey, abad ke-17), Jerman (Rudolf Virchow) dan Perancis (Jean-Martin Charcot, Claude Bernard). Ilmu kedokteran modern, kedokteran "ilmiah" (di mana semua hasil-hasilnya telah diujicobakan) menggantikan tradisi awal kedokteran Barat, herbalisme, humorlasime Yunani dan semua teori pra-modern. Pusat perkembangan ilmu kedokteran berganti ke Britania Raya dan Amerika Serikat pada awal tahun 1900-an (oleh William Osler, Harvey Cushing).[3]
Pusat dari praktik kedokteran adalah hubungan relasi antara pasien dan dokter yang dibangun ketika seseorang mencari dokter untuk mengatasi masalah kesehatan yang dideritanya.
Dalam praktik, seorang dokter harus:
1.         membangun relasi dengan pasien
2.         mengumpulkan data (riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik dengan hasil laboratorium atau citra medis)
3.         menganalisa data
4.         membuat rencana perawatan (tes yang harus dijalani berikutnya, terapi, rujukan)
5.         merawat pasien
6.         memantau dan menilai jalannya perawatan dan dapat mengubah perawatan bila diperlukan.[4]
Semua yang dilakukan dokter tercatat dalam sebuah rekam medis, yang merupakan dokumen yang berkedudukan dalam hukum.
Hubungan relasi pasien dan dokter adalah proses utama dari praktik kedokteran. Terdapat banyak pandangan mengenai hubungan relasi ini.
Pandangan yang ideal, seperti yang diajarkan di fakultas kedokteran, mengambil sisi dari proses seorang dokter mempelajari tanda-tanda, masalah, dan nilai-nilai dari pasien; maka dari itu dokter memeriksa pasien, menginterpretasi tanda-tanda klinis, dan membuat sebuah diagnosis yang kemudian digunakan sebagai penjelasan kepada pasien dan merencanakan perawatan atau pengobatan. Pada dasarnya, tugas seorang dokter adalah berperan sebagai ahli biologi manusia. Oleh karena itu, seorang dokter harus paham benar bagaimana keadaan normal dari manusia sehingga ia dapat menentukan sejauh mana kondisi kesehatan pasien. Proses inilah yang dikenal sebagai diagnosis.[5]
Profesi kedokteran dituntut untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik, apalagi kini cakupan ilmu telah berkembang luas. Ilmu kedokteran gigi dan psikologi, walaupun sering dipisahkan dari kedokteran umum, tetap menjadi bagian satu kesatuan ilmu kedokteran.
Seorang dokter dapat memiliki kemampuan spesialisasi dan subspesialisasi yang disebut sebagai dokter spesialis. Penentuan spesialiasi dan gelarnya beragam di tiap negara.
1.         Spesialiasi diagnostik
a.         Laboratorium klinis adalah layanan diagnostik klinis yang mengaplikasikan teknik laboratorium untuk membuat diagnosis dan manajemen pasien. Di Amerika Serikat, layanan ini berada di bawah pengawasan seorang patologis (ahli patologi). Orang yang dapat bekerja di bidang ini adalah staf yang paham akan teknologi kedokteran, di Indonesia Laboratorium patologi ini ada 2:
1)        Patologi Klinik
2)        Patologi Anatomi
b.        Radiologi berkonsentrasi pada pemcitraan atau penggambaran tubuh manusia, misalnya dengan sinar-X, CT-scan, USG (ultrasonografi), tomografi resonansi magnetik nuklir.
2.         Disiplin ilmu pre-klinis
a.         Anatomi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan organisasi tubuh manusia
b.        Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi berbagai organ dan sistem organ serta interaksinya dalam tubuh manusia
c.         Biokimia adalah ilmu yang mempelajari proses-proses kimia yang terjadi dalam tubuh manusia
d.        Histologi adalah ilmu yang mempelajari struktur mikroskopik dan fungsi jaringan pembentuk dan penyusun organ dan sistem organ dalam tubuh manusia
e.         Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari obat-obatan, interaksi dan efeknya terhadap tubuh manusia
f.          Patologi anatomi adalah ilmu yang mempelajari kelainan struktur mikroskopik dan makroskopik berbagai organ dan jaringan yang disebabkan penyakit atau proses lainnya
g.         Patologi klinik adalah ilmu yang mempelajari kelainan yang terjadi pada berbagai fungsi organ atau sistem organ
h.         Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit-penyakit yang disebabkan parasit
i.           Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit-penyakit yang disebabkan mikroba[6]
3.         Disiplin ilmu klinis
a.         Anestesiologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari penggunaan anestesi.
b.        Dermatologi adalah ilmu yang mempelajari kulit dan penyakitnya. Di Inggris, dermatologi adalah subspesialis dari kedokteran umum. Di Indonesia, spesialisasi ini digabungkan dengan ilmu penyakit kelamin. Dokter dengan spesialisasi ini diberi gelar SpKK (Spesialisasi Kulit dan Kelamin).
c.         Kedaruratan medis adalah ilmu yang memusatkan pada diagnosis dan perawatan dari penyakit akut seperti trauma. Ilmu ini juga berhubungan dengan ilmu bedah, pediatri, dan lainnya.
d.        Kedokteran umum atau kedokteran keluarga menangani pertolongan pertama untuk pasien dengan masalah yang tidak darurat. Dokter keluarga biasanya dapat menangani 90% dari masalah kesehatan keluarga tanpa harus merujuk ke dokter spesialis.
e.         Ilmu penyakit dalam berpusat pada masalah penyakit sistemik terutama pada pasien dewasa seperti masalah penyakit yang dapat merusak seluruh tubuh. Ilmu ini banyak menurunkan subspesialis: (Tidak semua spesialisasi ini ada di Indonesia)
1)        Endokrinologi
2)        Gastroenterologi
3)        Hematologi
4)        Kardiologi
6)        Nefrologi
7)        Onkologi
8)        Penyakit infeksi
9)        Pulmonologi
10)    Rheumatologi
f.          Neurologi adalah ilmu yang memepelajari tentang penyakit saraf. Di Inggris, spesialisasi ini berada di bawah kedokteran umum.
g.         Obstetrik dan ginekologi (di kalangan dokter sering disingkat obgin). Dalam bahasa Indonesia disebut ilmu kebidanan dan penyakit kandungan. Masalah obat reproduksi dan obat kesuburan secara umum ditangani oleh spesialis ginekologi.
h.         Perawatan penenangan pasien adalah cabang baru dari ilmu kedokteran yang menangani perawatan dan pemberian dukungan emosional pasien dengan penyakit yang parah seperti kanker dan gagal jantung.
i.           Pediatri adalah ilmu yang mempelajari masalah penyakit pada bayi dan anak. Seperti pada ilmu penyakit dalam, disiplin ini memiliki banyak subspesialis seperti untuk bidang kardiologi, endokrinologi, gastroenterologi, hematologi, onkologi, oftalmologi, dan neonatologi.
j.          Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL): ilmu kedokteran yang mempelajari kesehatan telinga, pendengaran, keseimbangan, hidung, pernafasan, tenggorok, kelaianan suara, gangguan menelan, dan adanya tumor di daerah leher dan wajah.
k.        Kedokteran rehabilitasi medis atau disebut juga fisiatri mempelajari perbaikan fungsional tubuh dari cedera atau kelainan kongenital.
l.           Kedokteran preventif adalah cabang dari ilmu kedokteran yang memusatkan pada pencegahan penyakit.
m.       Psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa.
n.         Terapi radiasi memusatkan pada penggunaan radiasi untuk terapi.
o.        Radiologi mempelajari interpretasi dari pencitraan medis dari berbagai media seperti sinar X. Di Indonesia, dokter dengan spesialiasi radiologi diberi gelar SpRad.
p.        Spesialisasi bedah mempelejarai ilmu bedah. Ilmu ini memiliki cabang spesialisasi seperti bedah ortopedik, bedah urologi, bedah saraf dan lainnya.
q.        Ilmu kedokteran berdasarkan gender, mempelajari sisi perbedaan biologi dan fisiologi dari jenis kelamin dan bagaimana pengaruhnya pada penyakit.[7]
Ilmu kedokteran pun meluas ke bidang lainnya. Beberapa bidang belum dikenal di Indonesia.
1.         Bioetika adalah sebuah ilmu yang mempelajari hubungan biologi, sains, kesehatan, etika, filsafat, dan teologi.
2.         Farmakologi klinis mempelajari hubungan interaksi antara obat dan tubuh pasien.
3.         Informatika kedokteran mengubungkan dunia kedokteran dengan dunia teknologi informasi.
4.         Kedokteran dirgantara mempelajari perihal kesehatan yang berhubunga dengan penerbangan dan perjalanan udara.
5.         Kedokteran evolusioner adalah ilmu kedokteran yang dikaitkan dengan teori evolusioner.
6.         Kedokteran forensik mempelajari ilmu kedokteran yang berkaitan dengan masalah hukum seperti penentuan waktu dan penyebab kematian seseorang pada sebuah kasus kriminal.
7.         Kedokteran konservasi adalah ilmu yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan hewan serta kondisi lingkungan. Disebut juga sebagai kedokteran ekologis atau kedokteran lingkungan.
8.         Kedokteran olahraga menangani kesehatan para olahragawan.
9.         Kedokteran selam membahas hal yang berhubungan masalah kesehatan pada penyelaman.
10.     Nosologi adalah bagian pengelompokan penyakit untuk tujuan tertentu.
11.     Teknik biomedis mempelajari aplikasi prinsip teknis untuk praktik kedokteran.[8]
Pendidikan kedokteran adalah proses pendidikan dokter untuk diterapkan di masyarakat. Pendidikan dan pelatihan ilmu kedokteran bervariasi di setiap negara, namun di hampir semua negara pendidikan ini dibuka mulai dari sekolah kedokteran atau fakultas kedokteran di tingkat universitas selama waktu yang ditentukan.
Desentralisasi menurut Webster sebagai berikut:[9] To decentralize means to devide and distrubute, as governmental administration, to withdraw from the center or concentration. (Desentralisasi berarti membagi dan mendistribusikan, misalnya administrasi pemerintahan, mengeluarkan dari pusat atau tempat konsentrasi).
Kemudian pendapat lainnya Fortmann menekankan bahwa:[10]
Desentralisasi juga merupakan salah satu cara untuk mengembangkan kapasitas lokal. Kekuasaan dan pengaruh cenderung bertumpu pada sumber daya. Jika suatu badan lokal diserahi tanggung jawab dan sumber daya, kemampuannya untuk mengembangkan otoritasnya akan meningkat. Jika pemerintah lokal semata-mata ditugaskan untuk mengikuti kebijakan nasional, para pemuka dan warga masyarakat akan mempunyai investasi kecil saja didalamnya.

Selanjutnya mengutip pendapat Riggs, menyatakan bahwa desentralisasi mempunyai dua makna:[11]
a.         Pelimpahan wewenang (delegation) yang mencakup penyerahan tanggung jawab kepada bawahan untuk mengambil keputusan berdasar kasus yang dihadapi, tetapi pengawasan tetap berada ditangan pusat.
b.        Pengalihan kekuasaan (devolution) yakni seluruh tanggung jawab untuk kegiatan tertentu diserahkan penuh kepada penerima wewenang.

Desentralisasi kewenangan itu dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat dalam beberapa bentuk, misalnya dalam bentuk :[12]
1.         Desentralisasi Teritorial.
2.         Desentralisasi Fungsional.
3.         Desentralisasi Administrasi
Menurut Bayu Surianingrat, desentralisasi mempunyai dua macam bentuk yaitu :[13]
1.         Desentralisasi Jabatan (Ambtelijke Decentralisatie) yaitu pemudaran kekuasaan atau pelimpahan kekuasaan dari atasan ke bawahannya dalam rangka kepegawaian untuk meningkatkan kelancaran pekerjaan menurut para pakar Ilmu Tata Negara maka dekonsentralisai merupakan bagian desentralisasi.
Desentralisasi kenegaraan (Staatkundige decentralisatie) yaitu penyerahan kekuasaan untuk mengatur daerah dalam lingkungannya untuk mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintahan negara. Desentralisasi bentuk ini memberi kesempatan secara langsung kepada rakyat untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.
Menurut Warsito Utomo ada dua alasan mengapa Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah:[14]
1.         Situasi ideal 1945 mempengaruhi bangsa Indonesia yaitu dengan gagasan kedaluatan rakyat (kemerdekaan perwakilan keadilan ) yang banyak di cita-citakan oleh gerakan kolonial di Asia Afrika termasuk Indonesia. Demokrasi tidk hanya dalam lingkupan nasional tetapi juga di daerah.
2.         Latar belakang keberadaan yang disebabkan oleh penjajahan bangsa asing. Dengan kemerdekaan dan demokratisasi maka keadaan keterbelakangan akan hilang.
Desentralisasi telah menciptakan hasil-hasil positif yaitu:
1.         Akses masyarakat ke dalam sumber-sumber pemerintah pusat telah meningkat.
2.         Desentralisasi telah meningkatkan partisipasi dalam sejumlah bidang.
3.         Di sejumlah negara peningkatan terjadi dalam kapasistas administrasi dan teknik pemerintah/organisasi daerah, meskipun peningkatan ini berjalan lambat.
4.         Organisasi-organisasi baru telah dibentuk ditingkat regional dan lokal untuk  rencanakan dan melaksanakan pembangunan. Semua badan atau organisasi ini telah memberikan dampak yang positif.
5.         Perencanaan di tingkat regional dan lokal semakin ditekankan sebagai satu unsur penting dari strategi pembagunan nasional dengan memasukan perspektif-perspektif dan kepentingan baru ke dalam poses pembuatn keputusan.
Pengertian desentralisasi menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 angka 7 menyatakan bahwa Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sitem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan pengertian Otonomi daerah menurut Undang-undang ini pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, penguatan otonomi daerah harus membuka kesempatan yang sama dan seluas­-luasnya bagi setiap pelaku dalam rambu-rambu yang disepakati bersama sebagai jaminan terselenggaranya social order.[15]
Otonomi menurut Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian disebutkan juga bahwa daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dilihat dari pelaksanaan fungsi pemerintahan, desentralisasi atau otonomi itu menunjukkan:[16]
1.         Satuan-satuan desentralisasi (otonomi) lebih fleksibel dalam memenuhi berbagai perubahan yang terjadi dengan cepat;
2.         Satuan-satuan desentralisasi dapat melaksanakan tugas dengan efektif dan lebih efisien;
3.         Satuan-satuan desentralisasi lebig inovatif;
4.         Satuan-satuan desentralisasi mendorong tumbuhnya sikap moral yang lebih tinggi, komitmen yang lebih tinggi dan lebih produktif.

Untuk mewujudkan kemandirian atau keleluasaan, otonomi berkaitan erat dengan pola hubungan antara pusat dan daerah yang meliputi berbagai segi yaitu hubungan kewenangan, hubungan pengawasan, hubungan keuangan dan lain sebagainya.
Menurut Bagir Manan, dasar-dasar hubungan antara pusat dan daerah dalam kearangka desentralisasi ada empat macam:[17]
1.        Dasar-dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara: UUD 1945 menghendaki kerakyatan dilaksanakan pada pemerintahan tingkat daerah, berarti UUD 1945 menghendaki keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan tingkat daerah, keikutsertaan rakyat pada pemerintahan tingkat daerah hanya dimungkinkan oleh desentralisasi.
2.        Dasar pemeliharaan dan pengembangan prinsip-prinsip pemerintahan asli: pada tingkat daerah, susunan pemerintahan asli yang ingin dipertahankan adalah yang sesuai dengan dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara.
3.        Dasar kebhinekaan: “Bhineka Tunggal Ika”, melambangkan keragaman Indonesia, otonomi, atau desentralisasi merupakan salah satu cara untuk mengendorkan spanning yang timbul dari keragaman.

Dasar negara hukum: dalam perkembangannya, paham negara hukum tidak dapat dipisahkan dari paham kerakyatan. Sebab pada akhirnya, hukum yang mengatur dan membatasi kekuasaan negara atau pemerintah diartikan sebagai hukum yang dibuat atas dasar kekuasaan atau kedaulatan rakyat.

F.        Metode Penelitian

1.         Metode Pendekatan
Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis atau normatif empiris, dimana berangkat dari hukum yang ada untuk dapat diaplikasikan pada kasus-kasus yang nyata atau mempelajari aturan-aturan perundang-undangan maupun pandangan atau pendapat ahli yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data-data di lapangan yang disajikan dalam pembahasan.[18]
2.         Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini adalah spesifikasi penelitian deskriktif kualitatif, yaitu berupaya mendeskripsikan obyek yang akan diteliti atau gejala-gejala secara lengkap di dalam aspek yang akan diselidiki agar lebih jelas keadaan dan kondisinya, tanpa membuat kesimpulan secara umum19. Yaitu
3.         Sumber Data
a.         Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber informasi dari lokasi atau subyek penelitian19, yaitu sebagai berikut :
1)        Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Barat
2)        IDI Kabupaten Kotawaringin Barat
3)        Dokter Praktik di Kabupaten Kotawaringin Barat
4)        Pasien
b.        Data Sekunder
Sedangkan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang berupa bahan-bahan hukum[19]. Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari:
a.         Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat, yang terdiri dari:
1)         Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945
2)        Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kesehatan.
3)         Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
4)         KUHP.
5)         Peraturan Menteri Kesehatan.
6)         Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IDI
7)         Konsil
b.        Bahan hukum sekunder, adalah bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan dan petunjuk terhadap bahan hukum primer, seperti, buku-buku, majalah, artikel, makalah, hasil penelitian dan lain sebagainya.
c.         Bahan hukum tertier, adalah bahan-bahan hukum yang akan memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari kamus istilah hukum.kamus bahasa dan ensiklopedia.
4.         Metode Pengumpulan Data
a.         Wawancara
Dalam pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara bebas maupun terpimpin dengan mengajukan pertanyaan secara tertulis yang sebelumnya telah dipersiapkan secara terstruktur pada para responden dan nara sumber.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non random sampling, yaitu tidak memberikan kesempatan yang pada setiap populasi sebagai sampel, yang dipakai adalah purposive sampling, yaitu menunjuk pada responden yang berdasarkan ciri-ciri atau sifat tertentu dianggap mempunyai hubungan yang erat dengan obyek penelitian.
b.        Kepustakaan
Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepusatakaan, yaitu dengan mengkaji berbagai Peraturan Perundang-undangan atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
c.         Observasi
Yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu obyek penelitian dan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu diamati.

5.         Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dari penelitian selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif.
a.         Deskriptif;[20] yaitu metode analisis dengan cara menggambarkan keadaan sebenarnya di lapangan.
b.        Kualitatif,[21] yaitu metode analisis data dengan cara mengelompokkan dan menseleksi data yang diperoleh dari penelitian menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini.

G.      Sistematika Penulisan

Untuk memberikan  gambaran yang lebih jelas dan terarah, maka penyusun tesis ini perlu dilakukan secara sitematis. Adapun sistematis penulisan tesis ini selengkapnya dapat diuraikan sebagai berikut:
Bab I merupakan bab Pendahuluan. Dalam bab ini berisikan  penjelasan awal tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan dan jadual penelitian sehingga penulisan ini diharapkan selalu mengacu hal-hal yang ditetapkan sebelumnya.
Bab II merupakan Tinjauan Pustaka yang menguraikan tentang teori-teori pendukung meliputi tinjauan tentang hak pasien, tinjauan tentang pelayanan kesehatan dan tinjauan tentang praktik kedokteran merupakan landasan teori atau kerangka pemikiran yang diperlukan untuk pembahasan dalam pemecahan masalah sesuai dengan topik yang diteliti.
Bab III merupakan Hasil Penelitian dan Pembahasan berupa analisis-analisis yang dilakukan untuk membahas pemecahan permasalahan-permasalahan dengan tujuan mendapatkan kesimpulan. Bab ini memuat uraian tentang “Implementasi Uu No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Di Kabupaten Kotawaringin Barat”.
Bab IV merupakan bab penutup. Dalam bab ini diuraikan mengenai simpulan dan saran.


H.      Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian berikut ini merupakan rangkaian kegiatan penelitian yang dilakukan agar dapat diselesaikan sesuai waktu yang ditentukan. Jadwal pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan dapat dilihat pada Tabel  berikut ini:
Tabel 1 : Jadwal Penelitian
No.
Kegiatan
Mei
Juni
Juli
Agust
Sept
Okt
Nov
1.
Konsultasi Proposal







2.
Seminar Proposal







3.
Perbaikan Proposal







4.
Penelitian







5.
Penyusunan Hasil Penelitian







6.
Bimbingan Tesis







8.
Ujian Tesis dan Perbaikan











[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Kedokteran
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] M. Jusuf Hanafiah & Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1999, hlm. 59.
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Kedokteran
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Webster dalam Djoko Prakoso, Kedudukan dan Fungsi Kepala Daerah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984, hlm. 77.
[10] Fortmann dalam Bryant, Coralie, White, Louise G., Rusyanto L. (pen), Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang, LP3ES, Jakarta, 1989, hlm. 215.
[11] Riggs dalam Sarunjang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hlm. 47.
[12] Irawan Soejito, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm. 30-31.
[13] Bayu Surianingrat, Organisasi Pemerintahan Wilayah Atau Daerah, Aksara Baru, Jakarta, 1980, hlm. 28.
[14] Warsito Utomo, Implimentasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah Tingkat II Masa Orde Baru, Disertasi, UGM, Yogyakarta, 2000, hlm. 67.
[15] Sarundjang dalam Nugroho, D., Otonomi Daerah: Desentralisasi Tanpa Revolusi, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2000, hlm.46.
[16] David Osborne-Ted Goebler, Reinventing Government, A Plume Book, New York, 1993, hlm. 252.
[17] Bagir Manan, Hubungan antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Sinar Harapan, Jakarta, 1994, hlm. 161-167.
                [18] Hilman Hadikusuman, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Ctk Kesatu, CV. Mandar Maju, Bandung, 1995, hlm. 63.


[19] Soerjono Soekanto dan Sri Mammudji, Penelitian Hukum Normatif, Pengantar Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1990, hlm. 14.
[20] Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 50
[21] Ibid, hlm. 51.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Posting Populer